Feeds:
Pos
Komentar

Archive for April 21st, 2008

Kiat menjaga waktu

Waktu adalah anugerah Allah yang sangat berharga, maka alangkah celakanya mereka yang tidak bisa menjaga waktu. Berikut ini merupakan tips menjaga waktu agar tetap bermakna, karena seberapa berharganya diri kita, bergantung pada seberapa diri kita menghargai waktu.

a.         Sadar betapa pentingnya waktu.

Sesungguhnya waktu adalah hidup. Dan hidup ini hanyalah sebentar, sekedar mampir. Menyadari pentingnya waktu berarti mengerti nilai hidup dan kehidupan. Allah murka pada orang yang telah menyia-nyiakan waktu. “Orang berakal adalah yang tahu bahwa dunia ini tidak diciptakan hanya untuk mencari kesenangan, karenanya dalam kondisi apa pun ia harus konsisten dalam menggunakan waktunya secara tepat” (Ibnu Jauzi, Shaidul Khathir, hlm. 20). Menjaga waktu berarti mewaspadai hidup agar tidak terjerumus jurang kenistaan. Dan kita tak tau kapan hidup kita berakhir, nanti malam? lusa? atau jangan-jangan hitungan detik selepas membaca.

Detik yang berlalu takkan pernah kembali. Jarang kita merasakan bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga sehingga kita membiarkan berhamburan sia-sia. Tanpa merasa berdosa kita mengisi waktu dengan santai-santai, bicara sia-sia, berjalan sia-sia, dan lain-lain yang serba sia-sia. Sering kita membiarkannya berlalu begitu saja. Padahal ia adalah modal berharga yang Allah amanahkan pada kita. Maka jangan biarkan ia berlalu kecuali diisi dengan sesuatu yang berharga pula. Piring yang bagus, yang mahal, jangan di isi dengan sampah. Sampah hanya layak disimpan di tong sampah. Begitu pun dengan waktu yang sangat mahal. Tindakan, pikiran, perkataan, dan apa pun yang kita lakukan, semua memakan waktu. Maka tidak boleh kita melakukannya kecuali bila dipandang berharga dan bermanfaat. Bila sudah demikian, maka detik-detik yang berlalu akan senantiasa membawa manfaat. Tiap kali kita melewati sepotong waktu, kita harus mengerti bahwa itu adalah kesempatan yang amat berharga. Itu adalah momentum yang bisa mengantarkan kita ke hamparan bahagia, atau himpitan kesengsaraan.

b.        Menjaga diri dari kekosongan

Jika diri tidak disibukkan dengan hal positif, ia akan disibukkan oleh kebatilan. Dan kebatilan membawa kita pada kerusakan, kerusakan hati, jiwa atau akal pikiran, dan akan berujung pada kegelisahan. Karena itu waspadailah godaan-godaan yang menjebak kita pada kekosongan. Kelalaian tidak hanya karena dorongan dari dalam tapi juga karena dukungan ekternal, oleh karena itu hendaknya bisa mewaspadai sarana-sarana yang dapat melalaikan diri. Umar bin Khattab suatu ketika berkata, “sessungguhnya aku benci! Jika melihat salah seorang di antara kalian berpangku tangan tanpa amal, baik amal dunia maupun akhirat”. Imam Hasan al-Bashri, ulama salaf, mengatakan “Aku sangat terpukul oleh satu kalimat yang pernah ku dengar dari al-Hajjaj, ketika ia berkhutbah, “Sesungguhnya ‘sesaat’ dari umur seseorang yang sirna untuk sesuatu di luar hakikat manusia diciptakan, maka pantas jika ‘sesaat’ itu menjadi penyesalan seumur hidupnya hingga hari kiamat” (Ibnu Katsir, al-Bidayah wan nihayah, jilid IX, hlm. 123).

c.         Menghindari cinta dunia

Bila kemegahan dunia menguasai hati, maka ia cenderung menghamburkan seluruh waktu untuk meneguk kenikmatan duniawi yang hanya sesaat. Ia akan mengejar kesenangan dunia yang semu. Namun beda halnya bila hati ini terpaut pada Allah, ia akan selalu bertanya sebelum kegiatan dilakukan apakah Allah meridhai atau tidak?. Ia akan senantiasa menjaga waktu agar tidak lepas dari kasih-Nya, agar tiap saat yang dilalui membawa manfaat dunia sampai akhirat.

d.        Memupuk semangat yang tinggi

Hanya dengan semangat kita dapat mengisi waktu dengan kegiatan yang berkualitas. Semangat yang membara akan mendorong kita menutup kekosongan yang tidak bermanfaat. Keinginan yang membara adalah titik awal semua prestasi. Semangat akan membuat diri senantiasa mengejar apa yang dicita-citakan. Rasul pernah bersabda bahwa ketinggian cita-cita adalah bagian kesempurnaan iman. Karena itu semangat dalam diri perlu senantiasa diperbarui dengan motivasi-motivasi yang bermakna, diikat pada cita-cita yang tinggi agar hidup ini menjadi berarti.

e.         Berupaya merencanakan dan memprogram kegiatan

Hendaknya tiap muslim tidak memulai pekerjaan walaupun sederhana melainkan telah terencanakan. Perencanaan merupakan sikap teladan Allah, bahwa sebelum Ia ciptakan alam, Ia ciptakan Qolam (pena) untuk mencatat segala sesuatunya. Melangkah dengan perencanaan dapat mengefisienkan waktu dan upaya. Rasul pun sosok pemimpin yang penuh perencanaan dan persiapan dalam melakukan kegiatan. Sebuah motto mengingatkan kita bahwa gagal merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan. Sangat disayangkan banyak di antara kita yang melakukan kegiatan tanpa rencana yang jelas, akibatnya kerja asal-asalan, kualitas pas-pasan, bahkan tak jarang jadi berantakan.

f.         Membuat variasi kegiatan

Sesungguhnya rasa bosan dan jenuh dengan kegiatan monoton merupakan sifat manusiawi. Karena itu perlu membuat variasi kegiatan agar hati ini menjadi segar. Rasul pernah bersabda, “hiburlah hati sesaat-sesaat, karena jika dipaksa maka hati menjadi buta”. Variasi itu membuat kegiatan lebih hidup dan lebih ceria.

g.        Berdoa merendahkan diri kepada Allah untuk meminta keberkahan waktu

Hanya Dia-lah yang dapat memberi berkah waktu dan memberikan taufik untuk melakukan perkara yang bermanfaat dan berfaedah. Tiada sesuatu yang terjadi melainkan dengan ijin-Nya. Karena itu kepada-Nyalah kita memohon agar waktu yang kita miliki menjadi berkah, “berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan doamu” [QS. 40:60]

 

 

Read Full Post »