Upaya untuk tampil terdepan disegenap momen dalam menjalani hidup harus senantiasa ada, karena itu bertanda kehidupan dan dinamika manusia. Hidup akan hudup dengan berjuang dan terus berjuang mengimbangi tuntunan peradaban yang terus berkembang. Statisme dan staknasi adalah kondisi buruk yang sering menjelma menjadi hantu parsit dalam menghambat perkembangan peradaban manusia. Bagaimana untuk tampil lebih maju? Bagaimana menciptakan kehidupan yang kita inginkan? Bahkan bukan hanya sekedar itu, lebih dari hal itu adalah bagaimana menjalani kehidupan yang kita hidup di dalamnya? Pertanyaan itulah yang sering mengusik benak manusia, mengerutkan dahi, hingga termotivasi untuk berkontestasi.
Kompetitif dalam menjalani hidup merupakan tuntutan, bahkan sebelum manusia dalam wujudnya, sperma-sperma berpacu untuk lebih dulu mencapai sel telur. Dari milyaran sel sperma tersebut hanya satu terbaiklah yang mampu mencapai sel telur, jadi setiap manusia merupakan hasil seleksi dari sperma yang terbaik. Begitu juga adanya kehidupan dan kematian pada realita diri manusia merupakan jawaban dari siapa yang terbaik di antara mereka dalam memenuhi amal hidupnya. Al Qur’an mengungkapkan dengan bahasa fastabikul khoirat, berlomba menuju kebaikan.
Tidak terkecuali juga seorang muslim dituntut untuk senantiasa kompetitif mengisi waktu yang terus bergerak tak kenal henti, tak peduli seberapa pun manusia yang mengeluh untuk berhantinya waktu, tak menghiraukan hasrat ribuan manusia yang memohon untuk mengulang waktu kan dipenuhi dengan segenap amal yang bemutu tinggi, amal sholeh, walaupun hanya dengan waktu yang amat sangat sebentar, sebagai mana keluhan para munafik yang di abadikan dalam al Quran surat al Munafiqun. Salah satu dari jop discription hidup seorang muslim pada akhirnya adalah mampu mewujudkan apa yang diungkapkan al Qur’an mengenai tujuan penciptaan hidup dan mati adalah untuk mengetahui siapa yang the best behavior/terbaik amalnya (al Mulk:2).
Sejenak kita teropong dunia yang saat ini mengalami perkembangan yang begitu pesat, hampir memenuhi seganap aspek dimensi fasilitas hidup manusia, dimulai dari alat hitung, media komunikasi, computer hingga sarana penerbangan antariksa., hingga orang namakan jaman sekarang dengan Era Digital. Terjadi apa yang dinamakan Quantum Leap atau lompatan waktu yang sangat mengagumkan terutama dibidang tehnologi. Dimana manusia begitu gampang untuk memenuhi hasratnya dengan cepat dan praktis.
Era Digital bermula dari ditemukannya bilangan Biner, yaitu angka nol dan satu. Bilangan biner tidak mengenal angka lain kecuali angka nol dan satu. Bilangan Biner telah merobah jaman dimana manusia hidup sekarang ini., akan tetapi Era Digital datang menemui orang-orang bermental kerdil, masih marginal, sehingga terjadi kepincangan. Mereka menggunakan handphone, laptop, jaringan internet dan lain sebagainya, namun banyak diantara mereka yang mengalami setres, gangguan kejiwaan, serta amoral yang melanda di mana-mana. Dunia penuh orang pintar yang tidak melaksanakan tugas hidupnya.
Mengapa manusia yang mampu terbang setinggi burung, lari secepat macan dan berenang sedalam ikan, namun tak mampu berjalan sebagaimana manusia berjalan? Mengapa kerusakan alam sudah tidak terhitung kerugiannya? Mengapa masih banyak penyalahgunaan tehnologi untuk kejahatan? dan lain sebagainya. Mengapa? Mengapa? Dan mengapa? Apakah ini memang sudah seharusnya terjadi? Kemajuan tehnologi memperbesar resiko rapuhnya tatanan moral? Ataukah hal itu terjadi dikarenakan tingkat digital baru melanda pada peralatan yang manusia pakai, belum pencapai mental dan jiwa manusia itu sendiri, dalam artian bilangan Biner belum membentuk manusia digital, yaitu manusia berperadaban tinggi?. Manusia digital adalah manusia yang hanya mengenal angka nol dan satu pada prinsip hidupnya.
Angka nol adalah cermin dari kebersihan jiwa dan pikiran, sedangkan angka satu adalah lambang keEsaan Tuhan, dengan kata lain berprinsip hanya untuk Allah yang tiada sekutu bagiNya, laa ilaaha(0) illallah(1). Inilah yang harus tertancap kokoh dan mengakar kuat dalam hati sanubari manusia, hingga apa yang dia lakukan, apa yang dia katakana merupakan cermin dari keikhlasan dan ketulusan, berprinsip hanya kepada Allah. Terciptalah manusia digital mewujudkan tuntutan dari kalimat laa ilaaha illallah disegenap hidupnya. Dia akan senantiasa sejalan dengan rambu-rambu menjalani hidup yang telah Allah berikan.
Manusia Digital melewati ‘zero mind proses’ dalam diri untuk menjadikan god spord (suara hati) sebagai kopas hidup, bisikan jiwa yang senantiasa mengajak untuk meniru Sang Pemiliknya… Allah tuhan alam semesta. Dengan demikian akan menghasilkan daya out put yang tak terhingga, sebagai mana sejalan dengan teori matematik bahwa selamanya hasil dari pembagian satu per nol adalah tak terhingga. Demikian yang dikatakan mas Ari Ginanjar dalam bukunya ESQ Power.
Dunia mendambakan datangnya sosok pribadi tertanam akidah yang benar, mampu menerapkan syari’at Allah dan berakhlak karimah dalam bersikap, hingga bukan lagi sebagai objek tehnologi atau matrialisme, bukan merupakan objek hedonisme atau keduniawian, bukan manusia analog yang kehilangan jati diri, menjadi korban kemilaunya dunia selaku hamba dari tehnologi digital.
Kemampuan manusia dalam mensinergikan potensi madiyah dan ruhiyah dan atau emosional, spiritual serta intelegensi merupakan modal besar yang akan mampu menjalankan misi hidup di Dunia. Kesemuanya itu dikelola untuk mencapai tujuan hidup tertinggi :
1. beribadah kepada hanya kepada Allah.
2. sebagai kholifah di muka bumi memakmurkan dengan manhaj Rabbani.
Maka terciptalah lingkungan kearah peradaban yang sesuai dengan hati nurani terdalam, penuh cahaya ilahi berupa sinar keadilan, kebersamaan, kedamaian dan kasihsayang yang didambakan oleh seluruh insan manusia di belahan bumi manapun ia berada. Disinilah puncak peradaban yang kelak akan terhampar di muka bumi. Iptek berbasis digital didukung Imtak digital, yaitu lahirnya manusia berprinsip nol dan satu, bahwa tiada Tuhan selain Allah.
Namun pertanyaan selanjutnya mengapa kaum muslimin mengalami kemunduran, tersisihkan dan tergilas dari peradaban? Bukankah seharusnya lebih maju dari pada orang kafir yang paling maju? Paling kreatif dari pada orang sekuler yang paling kreatif? Sangat disiplin waktu dari pada orang ateis yang paling disiplin sekalipun? Lebih lebih and lebih…namun realita kita..? akankah muslimin kembali jaya? Kembali ditampil terdepan disegenap peradaban? Akan kah? Siapa lagi kalau bukan kita ?
Kawanku…Allah tidak menciptakan kita menjadi orang yang kalah . Jangan kecewakan Dunia yang sangat menanti kehadiran Manusia yang menatap satu tujuan, Allah. Allahu a’lam.
Read Full Post »
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.