Feeds:
Pos
Komentar

Archive for April, 2008

Kiat menjaga waktu

Waktu adalah anugerah Allah yang sangat berharga, maka alangkah celakanya mereka yang tidak bisa menjaga waktu. Berikut ini merupakan tips menjaga waktu agar tetap bermakna, karena seberapa berharganya diri kita, bergantung pada seberapa diri kita menghargai waktu.

a.         Sadar betapa pentingnya waktu.

Sesungguhnya waktu adalah hidup. Dan hidup ini hanyalah sebentar, sekedar mampir. Menyadari pentingnya waktu berarti mengerti nilai hidup dan kehidupan. Allah murka pada orang yang telah menyia-nyiakan waktu. “Orang berakal adalah yang tahu bahwa dunia ini tidak diciptakan hanya untuk mencari kesenangan, karenanya dalam kondisi apa pun ia harus konsisten dalam menggunakan waktunya secara tepat” (Ibnu Jauzi, Shaidul Khathir, hlm. 20). Menjaga waktu berarti mewaspadai hidup agar tidak terjerumus jurang kenistaan. Dan kita tak tau kapan hidup kita berakhir, nanti malam? lusa? atau jangan-jangan hitungan detik selepas membaca.

Detik yang berlalu takkan pernah kembali. Jarang kita merasakan bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga sehingga kita membiarkan berhamburan sia-sia. Tanpa merasa berdosa kita mengisi waktu dengan santai-santai, bicara sia-sia, berjalan sia-sia, dan lain-lain yang serba sia-sia. Sering kita membiarkannya berlalu begitu saja. Padahal ia adalah modal berharga yang Allah amanahkan pada kita. Maka jangan biarkan ia berlalu kecuali diisi dengan sesuatu yang berharga pula. Piring yang bagus, yang mahal, jangan di isi dengan sampah. Sampah hanya layak disimpan di tong sampah. Begitu pun dengan waktu yang sangat mahal. Tindakan, pikiran, perkataan, dan apa pun yang kita lakukan, semua memakan waktu. Maka tidak boleh kita melakukannya kecuali bila dipandang berharga dan bermanfaat. Bila sudah demikian, maka detik-detik yang berlalu akan senantiasa membawa manfaat. Tiap kali kita melewati sepotong waktu, kita harus mengerti bahwa itu adalah kesempatan yang amat berharga. Itu adalah momentum yang bisa mengantarkan kita ke hamparan bahagia, atau himpitan kesengsaraan.

b.        Menjaga diri dari kekosongan

Jika diri tidak disibukkan dengan hal positif, ia akan disibukkan oleh kebatilan. Dan kebatilan membawa kita pada kerusakan, kerusakan hati, jiwa atau akal pikiran, dan akan berujung pada kegelisahan. Karena itu waspadailah godaan-godaan yang menjebak kita pada kekosongan. Kelalaian tidak hanya karena dorongan dari dalam tapi juga karena dukungan ekternal, oleh karena itu hendaknya bisa mewaspadai sarana-sarana yang dapat melalaikan diri. Umar bin Khattab suatu ketika berkata, “sessungguhnya aku benci! Jika melihat salah seorang di antara kalian berpangku tangan tanpa amal, baik amal dunia maupun akhirat”. Imam Hasan al-Bashri, ulama salaf, mengatakan “Aku sangat terpukul oleh satu kalimat yang pernah ku dengar dari al-Hajjaj, ketika ia berkhutbah, “Sesungguhnya ‘sesaat’ dari umur seseorang yang sirna untuk sesuatu di luar hakikat manusia diciptakan, maka pantas jika ‘sesaat’ itu menjadi penyesalan seumur hidupnya hingga hari kiamat” (Ibnu Katsir, al-Bidayah wan nihayah, jilid IX, hlm. 123).

c.         Menghindari cinta dunia

Bila kemegahan dunia menguasai hati, maka ia cenderung menghamburkan seluruh waktu untuk meneguk kenikmatan duniawi yang hanya sesaat. Ia akan mengejar kesenangan dunia yang semu. Namun beda halnya bila hati ini terpaut pada Allah, ia akan selalu bertanya sebelum kegiatan dilakukan apakah Allah meridhai atau tidak?. Ia akan senantiasa menjaga waktu agar tidak lepas dari kasih-Nya, agar tiap saat yang dilalui membawa manfaat dunia sampai akhirat.

d.        Memupuk semangat yang tinggi

Hanya dengan semangat kita dapat mengisi waktu dengan kegiatan yang berkualitas. Semangat yang membara akan mendorong kita menutup kekosongan yang tidak bermanfaat. Keinginan yang membara adalah titik awal semua prestasi. Semangat akan membuat diri senantiasa mengejar apa yang dicita-citakan. Rasul pernah bersabda bahwa ketinggian cita-cita adalah bagian kesempurnaan iman. Karena itu semangat dalam diri perlu senantiasa diperbarui dengan motivasi-motivasi yang bermakna, diikat pada cita-cita yang tinggi agar hidup ini menjadi berarti.

e.         Berupaya merencanakan dan memprogram kegiatan

Hendaknya tiap muslim tidak memulai pekerjaan walaupun sederhana melainkan telah terencanakan. Perencanaan merupakan sikap teladan Allah, bahwa sebelum Ia ciptakan alam, Ia ciptakan Qolam (pena) untuk mencatat segala sesuatunya. Melangkah dengan perencanaan dapat mengefisienkan waktu dan upaya. Rasul pun sosok pemimpin yang penuh perencanaan dan persiapan dalam melakukan kegiatan. Sebuah motto mengingatkan kita bahwa gagal merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan. Sangat disayangkan banyak di antara kita yang melakukan kegiatan tanpa rencana yang jelas, akibatnya kerja asal-asalan, kualitas pas-pasan, bahkan tak jarang jadi berantakan.

f.         Membuat variasi kegiatan

Sesungguhnya rasa bosan dan jenuh dengan kegiatan monoton merupakan sifat manusiawi. Karena itu perlu membuat variasi kegiatan agar hati ini menjadi segar. Rasul pernah bersabda, “hiburlah hati sesaat-sesaat, karena jika dipaksa maka hati menjadi buta”. Variasi itu membuat kegiatan lebih hidup dan lebih ceria.

g.        Berdoa merendahkan diri kepada Allah untuk meminta keberkahan waktu

Hanya Dia-lah yang dapat memberi berkah waktu dan memberikan taufik untuk melakukan perkara yang bermanfaat dan berfaedah. Tiada sesuatu yang terjadi melainkan dengan ijin-Nya. Karena itu kepada-Nyalah kita memohon agar waktu yang kita miliki menjadi berkah, “berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan doamu” [QS. 40:60]

 

 

Read Full Post »

Waktu … !

Pribadi sejati memiliki waktu yang bernilai, tiap detiknya berharga. Ia selalu berusaha agar waktu yang dimiliki mempunyai nilai produktif, efektif, dan efisien.

1.        Produktif

Menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, itu arti produktif. Jadi waktu yang dimiliki berbuah faedah baik untuk dirinya ataupun orang lain, baik dunia maupun akhirat. Bila kita simak kehidupan para Imam salaf, waktu yang mereka miliki sangat produktif, banyak sekali karya gemilang mereka yang digunakan sampai sekarang. Imam Abu Muhammad Ali bin Hazm contohnya, tatkala wafat mewariskan 400 jilid buku. Imam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah mengarang tidak kurang dari 300 buku dalam disiplin ilmu yang berbeda-beda. Ada karangannya yang mencapai 500 jilid (Abdul Fattah Abd. Ghuddah, 1996). Begitu pun Imam lainnya. Nilai kita ada pada yang kita karyakan. Sehingga keberadaan kita bermanfaat bagi orang lain. Allah mencintai hamba-Nya yang berkarya. Produktif tidak selalu berupa materi yang kasat mata, nasehat yang keluar dari benak kita itu juga produktif. Kuncinya adalah menghasilkan manfaat.

2.        Efektif

Artinya waktu yang dipakai tepat guna, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi. Mengisi waktu dengan kegiatan bermanfaat, yang memberi pengaruh positif pada potensi yang kita miliki, yang memberi kebaikan untuk lingkungan kita. Cobalah kita evaluasi sudahkah kegiatan-kegiatan yang kita lakukan dari bangun tidur sampai tidur kembali bermanfaat, tepat guna? Tidur yang efektif adalah tidur secukupnya di saat benar-benar membutuhkan tidur. Kita harus ingat, hidup ini hanya sekejap, merugilah kalau kita tak bisa memanfaatkan waktu yang hanya sekali-kalinya ini. Ibnu Qoyyim rahimahullah yang karyanya bertebaran dimana-mana, beliau memiliki waktu yang sangat efektif, bahkan ketika beliau diajak bicara oleh orang yang kurang ilmu, beliau melayaninya sambil mengerjakan hal lain, untuk menjaga efektivitas waktu.

3.        Efisien

Jika efektif terkait dengan “apa yang kita lakukan”, maka efisien “bagaimana kita melakukan”, atau dengan kata lain efektif “do right thing” (melakukan sesuatu yang benar) sedang efesien “do thing right” (melakukan sesuatu dengan benar). Efisien bisa diartikan kita melakukan sesuatu dengan cara yang hemat, baik waktu, tenaga, maupun biaya. Maka bila kita bisa melakukan sesuatu dengan hanya 5 menit, mengapa harus 10 menit. Bila kita mampu mengungkapkan maksud dengan 7 kata, tak perlu harus 12 kata. Karena Tiap detik yang kita lalui kan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah kelak, maka tiap detik yang digunakan harus punya alasan yang dapat diterima Allah. Efesien berarti kita melakukan kerjaan secepat mungkin dengan kualitas sebaik mungkin. Makin efesien makin banyak hal yang bisa kita lakukan. Dan ini merupakan refleksi ayat “…mereka bersegera dalam kebaikan….” (QS. 21:9).

Jadi singkatnya, waktu harus menghasilkan manfaat (produktif) sesuai prioritas dan kondisi (efektif), serta dengan cara sehemat mungkin (efisien).

Read Full Post »

Banyak orang bersembunyi di balik bayang-bayang orang lain, sekedar untuk ikut menikmati sedikit keberhasilan. Mereka mengaku ide, jerih payah, karya dan keberhasilan orang lain sebagai milik mereka. Bila kita melakukan hal ini, maka ini bukan saja kegagalan, namun juga kekalahan telak bagi integritas kita. Akuilah keberhasilan orang lain dengan menghargai dan menghormati apa yang telah mereka raih. Nyatakan dengan tulus bahwa keberhasilan ini bukan milik kita. Keberhasilan semu bagaikan pakaian indah yang terpajang di etalase toko. Seberapa bagus kita katakan, tetap saja kita tidak berhak mengenakannya. Mulailah meniti keberhasilan kita sendiri. Meski hanya setetes, keberhasilan sejati adalah mata air bagi padang pasir kita.

Bersembunyi di balik bayang-bayang mungkin membuat kita nyaman. Namun apa yang bisa diberikan sebuah bayangan hanyalah kegelapan. Selama kita berjalan di bawah remang-remang, bagaimana kita bisa mengetahui tempat yang dituju? Karena itu, keluarlah. Tunjukkan kemampuan kita sendiri. Berjalan di bawah terik matahari selalu melelahkan. Namun, keringat itu adalah keringat kita sendiri. Itulah kehormatan kita, yang jauh lebih berharga daripada keberhasilan semu dengan menipu diri sendiri.

Be your self, it’s freedom.

Read Full Post »

Muara cinta

Cinta tanpa muara merupakan pelayaran yang melelahkan.” (Ibnu Mardhiyah)

Sekuat apa pun perahu berlayar ia kan berlabuh. Sederas apa pun aliran sungai, akan bermuara juga. Begitu juga cinta. akan bermuara pada suatu tempat. Tempat dimana pecinta menemui kedamaian dan kemesraan. Muara itu bernama kekasih. Sang kekasihlah tempat istirahat melepas penat emosi, menstabilkan gejolak hati.

Tidak hanya itu kekasih akan menjadi tempat untuk mengumpulkan energi. Itulah rahasianya mengapa ada seorang wanita dibalik orang-orang hebat. Ibarat magnet cinta mengajak pemiliknya untuk berdekatan. Tak ada cinta tanpa sentuhan fisik. Kedekatan ini yang Islam arahkan dalam bentuk pernikahan. Maka esensinya cinta harus bermuara pada pernikahan.

Cinta yang tidak mau mengarah pada pernikahan adalah cinta semu, cinta yang cemen, cinta anak-anak yang hanya ingin mengambil senangnya saja, cinta yang dangkal yang hanya mengekspresikan riak-riak keceriaan sementara menyimpan kegundahan di dalamnya. Pernikahanlah medan sebenarnya untuk membuktikan dan mengekspresikan cinta, sekaligusnya mengasahnya. Dengan pernikahan, cinta kan terukir abadi dalam prasasti kehidupan.

Ibarat arus air, cinta yang menggenang tanpa muara akan menjadi keruh, bahkan melemahkan jiwa. Di Baghdad, ada seorang pakar dalam bidang fiqih yang tak tertandingi, Abdullah bin Yahya. Pada suatu hari, di sebuah sudut kita Baghdad, ia akan memasuki sebuah gang buntu. Sementara ia tak tahu kalau gang itu buntu.

Nah, di ujung gang buntu itu, tanpa sengaja ia melihat seorang gadis berdiri. Kerudungnya tersingkap angin. Sang gadis mengingatkannya, “Hai Tuan! Ini gang buntu”. Ia memandang gadis itu kedua kalinya setelah sebelumnya tidak sengaja. Seketika itu hatinya tertawan pada gadis itu. Ia lalu pulang ke rumah, dan kembali berkumpul dengan teman-temannya.

Tapi aduhai, ia tak bisa melupakan gadis itu. Gadis itu selalu hadir dalam benak, kelopak mata, nafas dan jiwanya. Ia benar-benar tak bisa beranjak darinya. Cintanya pada gadis itu makin kuat. Namun ia orang shaleh. Dan orang yang shaleh itu tidak mudah ditaklukkan oleh hawa nafsu. Demi menghindari fitnah, ia lantas pergi ke kota Bashrah. Ia di Bashrah hingga maut datang menjemput. Ia meninggal dengan membawa cintanya yang tak kesampaian.

Begitulah cinta, arus deras yang mengalir harus menemukan muara, yang akan membuatnya selalu segar. Alaminya, cinta selalu ingin memberi, mempersembahkan karya terbaik yang dapat membuat orang yang dicintai menjadi bahagia karenanya.

(untuk yang dicintai karena Allah.)

Read Full Post »