Dunia dicengangkan dengan hasil penelitian konsultan bisnis sekaligus professor di Universitas Colorado, Gay Hendricks, Ph.D, terhadap ratusan CEO di Amerika Serikat. Ia mengulas temuannya dalam buku berjudul “The Corporate Mystic” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit kaifa (1996). Ia menyimpulkan bahwa pada era pasar global, orang-orang suci, mistikus atau sufi, bukan berada di vihara, kuil, gereja atau masjid, tetapi di perusahaan-perusahaan atau organisasi-organisasi modern. Hampir semua pengusaha dan eksekutif perusahaan-perusahaan sukses di AS yang diteliti memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh para mistikus. Mereka sangat menjunjung etika dan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual”. Sampai saat ini kajian spritualitas bisnis marak dibahas diberbagai pertemuan.
Sebenarnya dalam Islam konsep penyatuan bisnis dengan spiritual jelas sekali. Dan itulah yang dicontohkan Rasulullah saw. dan para shahabat. Mereka tidak memisahkan antara bisnis dan nilai-nilai spiritual. Mereka tidak mendikotomi antara masjid dan pasar. Inilah yang mencerminkan ajaran Islam yang komprehensif dan integral.
Urgensi spiritual dalam bisnis
Setidaknya tiga alasan urgensi spiritual dalam bisnis; Pertama, integrasi hidup. Islam Allah turunkan ke muka bumi sebagai hudan linnas (petunjuk hidup manusia), maka karakter ia memiliki karakter komprehensif dan integral. Karena itulah Islam tidak mengenal pemisahan aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, maupun politik. Tidak ada dalam Islam, kita boleh menggunakan nilai-nilai Islam dalam bersosial, sementara dalam berekonomi kita menggunakan nilai-nilai liberal. Parsialisme nilai seperti ini justru akan berakibat pada kegelisahan jiwa. Islam juga tidak mengenal pemisahan aspek duniawi dan ukhrawi. Tidak ada wilayah duniawi yang lepas begitu saja dari nilai ukhrawi, karena sekecil apa pun yang kita lakukan akan berdampak di akhirat (QS. 99:7-8). Rasulullah pun bersabda, “Seorang mukmin akan diberi pahala dalam melakukan hal apa pun, termasuk suapan nasi yang dimasukkan ke mulut istrinya” (HR. Ahmad).
Kedua, bisnis bernilai ibadah. Allah ciptakan manusia dengan tujuan asas ibadah (QS. 51:56). Maka bisnis harus bernilai ibadah. Hal ini diperkuat dengan perintah untuk bekerja, “… dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah, dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah…” (QS. 73:20). Al-Qurthubi berkata, pada ayat di atas, Allah memandang sama derajat orang yang berjihad dengan orang yang berusaha untuk mendapatkan harta halal untuk menafkahkan dirinya dan keluarganya, berbuat baik, dan bersedekah (Tafsir Al-Qurthubi. Cet II-Kairo 1327 H. Jilid 19 hal. 49). Rasulullah juga bersabda, “berbisnislah kamu, karena sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam bisnis” (HR. Ahmad).
Ketiga, hubungan transendental. Allah berfirman, “… Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…” (QS. 65:3). Ayat ini mengungkapkan adanya hubungan linear antara tawakkal dan rezeki, bahwa Allah memberi rezeki pada mereka yang bertawakkal. Berusaha semaksimal mungkin dan menyerahkan hasilnya pada Allah yang maha menentukan rezeki. Tidak hanya tawakkal, tapi ada aktivitas spiritual lain seperti istighfar, syukur dan bertaqwa yang dapat mendatangkan kemudahan dalam bisnis dan rezeki (QS. 11:3; 14:7; 7:96). Dan sebaliknya aktivitas spiritual destruktif (baca:maksiat) akan menghambat rezeki, Rasul bersabda, “Seorang laki-laki tidak akan mendapatkan rezeki karena dihalangi oleh dosa yang dimiliki” (HR. Ibnu Majah). Tidak sulit memahami hubungan tersebut, karena logikanya, Allah yang menciptakan alam, Allah yang menyuruh bekerja, Allah yang mengarahkan etika bekerja (QS. 6:152; 83:1-3; 5:1), dan Allah pulalah yang menentukan hasilnya (QS. 17:30). Maka pasti ada sinergi di balik ketentuan tersebut. Jelas ada hubungan fundamental dalam pandangan hidup muslim antara Allah dan bisnis.
Peran spiritual dalam bisnis?
Setidaknya ada tiga peran penting spritual dalam bisnis; Pertama, daya kreasi. Manusia adalah makhluk spiritual yang berdimensi fisik (QS. 15:29). Aspek spiritual membuat manusia mampu memahami pesan Ilahi, dan fisik mewujudkannya dalam tataran materi. Spiritual yang menyimpan gelora idealisme, maka ia akan memberi kekuatan untuk mengadakan dan menciptakan semua sarana dan materi untuk mewujudkan idealismenya. Inilah kemudian yang mendorong pribadi shahabat untuk menjadi pebisnis kreatif dan produktif. Tak heran jika Khalid bin Walid merupakan penglima besar, tapi juga pebisnis.
Daya cipta material inilah yang menjelaskan mengapa orang seperti Abu Bakar dan Ustman bin Affan berani menginfakkan seluruh hartanya, sebab mereka percaya pada daya cipta material mereka. Inilah salah satu aspek yang menjelaskan mengapa generasi shahabat tidak hanya mampu memenangkan berbagai pertempuran, tapi juga mampu menciptakan kemakmuran setelah mereka berkuasa.
Kedua, fungsi kontrol. Kesadaran spiritual akan menghindarkan manusia dari jebakan penghambaan pada materi. Kesulitan materi tidak lantas membuat dirinya menyerah. Justru kekuatan spiritual akan mendorong dirinya untuk bangkit menciptakan materi sebagai sarana mewujudkan cita-cita hidup mulia. Hal inilah yang menjelaskan mengapa ketika Sa’ad Ibnu Rabi’ (dari kalangan Anshar) menawarkan modal kerja pada Abdur Rahman bin ‘Auf (dari kalangan Muhajirin) menolak, lalu meminta untuk tunjukkan saja letak pasar madinah.
Dan di saat materi berlimpah, spiritualitas bisnis akan mencegah pelakunya dari arogansi diri. Karena keberhasilan bisnis yang ia raih bukanlah karena keunggulan dirinya, melainkan karena rahmat Allah. Ia tidak akan lupa bahwa rezeki yang ditangan adalah titipan Allah semata, yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban. Maka ia akan berhati-hati dengan cara memperoleh dan membelanjakannya. Kekuatan spiritual membuat bisnis berjalan penuh moral, karena spiritual mengutamakan keberkahan dari pada keuntungan, mengutamakan kemuliaan dari pada kemenangan. Bahkan rendahnya nilai moral dalam dunia bisnis, lambat laun akan menjadi bumerang bagi bisnis itu sendiri, lantaran hilangnya kepercayaan.
Ketiga, stabilisator. Spiritualitas bisnis menyadarkan pelakunya untuk melibatkan kehadiran Allah mulai dari permulaan bisnis, proses, dan hasilnya. Dengan kata lain menanamkan bahwa motif bisnis adalah karena Allah, dan dalam prosesnya harus sesuai dengan nilai-nilai Ilahiah, dan segala hasilnya mesti disyukuri, dievaluasi untuk perbaikan masa mendatang. Maka tak ada kata rugi dalam kaca mata spiritual bisnis. Karena semuanya menjadi bermakna ibadah. Keterpisahan bisnis dengan spiritual justru akan menyeret manusia pada kegersangan hidup yang membuat dirinya bersikap arogan. Ia akan kehilangan jati dirinya, dan ujungnya akan menciptakan disharmonisasi irama kehidupan.
Bagi seseorang yang menggunakan kecerdasan spiritual sebagai pedoman hidup, akan bersikap bahwa harta, profesi, dan jabatan hanyalah amanah Allah yang kelak harus dipertanggung jawabkan. Dengan spiritual yang tinggi seseorang akan melihat persoalan dengan lebih jernih dan subsantif. Sehingga kilau dunia tidak membuatnya menjadi terlena, sebagaimana tragedi Qorun dengan kepongahan hartanya. Spiritualitas bisnis akan membawa pelakunya pada titik ketentraman lahir dan batin.
Betul mas…… coba anda baca juga buku karya profesor lauden.
dia menulis dia buku bagus tentang bagaiaman rosullah membangun kerajaan bisnisnya.
Memang, di indonesia orang banyak membicaran muhammad ketika menjadi rosul ttp sangat sedikit sekali orang membicarakan muhammad ketikan masih kecil dan dewasa, dimana dia sosok enterpreneur sejati yg patut di contoh.
salam kenal & sukses !
sastro
Ana setuju !!!Thank’s banget karena dengan membaca tulisan2 mas selama ini dpt menambah keilmuan khususnya buat program pengembangan diri sebagai insan yang mudah2an bermanfaat untuk keluarga, masyarakat dan negara. Amin.Mas, memang bnyak sekali orang memarginalkan hal yang itu, apalagi terkadang dengan bangganya menggunakan simbol-simbol Islam.Tapi secara esensinya semua yang dilakukan baik dari sisi SDM, sistem dsb tidk mencerminkan nilai keIslamannya!!
Mas, ana dah kirim email di baca ya???
salam kenal juga mas agus sastro. thanks, for komentarnya, jangan sungkan-sungkan untuk memberi tanggapan, kritikan sekali pun. wass…
assalam ‘alaikum.
perkenalkan!
ane anaknya pak-Syadzili yang paling bungsu,nama ane Jefry firdaus.alamat di MuncarCity.
he..he.. afwan ikutan nongol.