Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Hikmah’ Category

Gema

Seorang ayah mengajak anaknya jalan-jalan ke gunung. Karena asyik menikmati pemandangan, anaknya tersandung batu dan jatuh, da kakinya luka.“Aduuuuuhh!” serunya.Tiba-tiba ia mendengar kembali seruannya dari suatu tempat di gunung, “Aduuuuuhh!”. Karena merasa aneh dan ingin tahu, si anak lalu berseru lantang,“Siapa kamu?”.

Kembali ia mendengar suara yang mengulang pertanyaannya, “Siapa kamu?”. Si anak jengkel karena suara itu kembali mengulangi pertanyaannya. Dengan marah ia berkata,“Kamu pengecut!”Suara itu kemblai mengulang seruannya, “Kamu pengecut!” Si anak heran, lalu bertanya kepada ayahnya, “Mengapa bisa begitu?”Ayahnya tersenyum dan berkata,“ Coba perhatikan baik-baik, nak!”Sesudah berkata begitu, si ayah berseru kepada gunung, “Saya kagum padamu!” Dan suara itu kembali terdengar, “Saya kagum padamu!” SI Ayah berseru sekali lagi“Kamu hebat!” Suara itu kembali terdengar, “Kamu hebat!”.Si anak heran. Ayahnya lalu menjelaskan, suara yang berulang itu disebut gema dan hidup juga seperti itu. hidup memberikan kemabli segala sesuatu yang kita katakan atau lakukan.

Hidup kita adalah pantulan dari tindakan-tindakan kita. Jika kita ingin mendapatkan banyak kebaikan dan kasih sayang dalam hati kita. Jika kita tekun meningkatkan kemampuan, kita akan menjadi orang yang tangguh. Hal ini berlaku sesuatu, dalam segala aspek.Hidup memberikan kembali segala sesuatu yang kita berikan. Hidup bukan suatu kebetulan, tapi cerminan dari sikap dan perilaku kita.

Read Full Post »

Manusia Digital

Upaya untuk tampil terdepan disegenap momen dalam menjalani hidup harus senantiasa ada, karena itu bertanda kehidupan dan dinamika manusia. Hidup akan hudup dengan berjuang dan terus berjuang mengimbangi tuntunan peradaban yang terus berkembang. Statisme dan staknasi adalah kondisi buruk yang sering menjelma menjadi hantu parsit dalam menghambat perkembangan peradaban manusia. Bagaimana untuk tampil lebih maju? Bagaimana menciptakan kehidupan yang kita inginkan? Bahkan bukan hanya sekedar itu, lebih dari hal itu adalah bagaimana menjalani kehidupan yang kita hidup di dalamnya? Pertanyaan itulah yang sering mengusik benak manusia, mengerutkan dahi, hingga termotivasi untuk berkontestasi.

Kompetitif dalam menjalani hidup merupakan tuntutan, bahkan sebelum manusia dalam wujudnya, sperma-sperma berpacu untuk lebih dulu mencapai sel telur. Dari milyaran sel sperma tersebut hanya satu terbaiklah yang mampu mencapai sel telur, jadi setiap manusia merupakan hasil seleksi dari sperma yang terbaik. Begitu juga adanya kehidupan dan kematian pada realita diri manusia merupakan jawaban dari siapa yang terbaik di antara mereka dalam memenuhi amal hidupnya. Al Qur’an mengungkapkan dengan bahasa fastabikul khoirat, berlomba menuju kebaikan.

Tidak terkecuali juga seorang muslim dituntut untuk senantiasa kompetitif mengisi waktu yang terus bergerak tak kenal henti, tak peduli seberapa pun manusia yang mengeluh untuk berhantinya waktu, tak menghiraukan hasrat ribuan manusia yang memohon untuk mengulang waktu kan dipenuhi dengan segenap amal yang bemutu tinggi, amal sholeh, walaupun hanya dengan waktu yang amat sangat sebentar, sebagai mana keluhan para munafik yang di abadikan dalam al Quran surat al Munafiqun. Salah satu dari jop discription hidup seorang muslim pada akhirnya adalah mampu mewujudkan apa yang diungkapkan al Qur’an mengenai tujuan penciptaan hidup dan mati adalah untuk mengetahui siapa yang the best behavior/terbaik amalnya (al Mulk:2).

Sejenak kita teropong dunia yang saat ini mengalami perkembangan yang begitu pesat, hampir memenuhi seganap aspek dimensi fasilitas hidup manusia, dimulai dari alat hitung, media komunikasi, computer hingga sarana penerbangan antariksa., hingga orang namakan jaman sekarang dengan Era Digital. Terjadi apa yang dinamakan Quantum Leap atau lompatan waktu yang sangat mengagumkan terutama dibidang tehnologi. Dimana manusia begitu gampang untuk memenuhi hasratnya dengan cepat dan praktis.

Era Digital bermula dari ditemukannya bilangan Biner, yaitu angka nol dan satu. Bilangan biner tidak mengenal angka lain kecuali angka nol dan satu. Bilangan Biner telah merobah jaman dimana manusia hidup sekarang ini., akan tetapi Era Digital datang menemui orang-orang bermental kerdil, masih marginal, sehingga terjadi kepincangan. Mereka menggunakan handphone, laptop, jaringan internet dan lain sebagainya, namun banyak diantara mereka yang mengalami setres, gangguan kejiwaan, serta amoral yang melanda di mana-mana. Dunia penuh orang pintar yang tidak melaksanakan tugas hidupnya.

Mengapa manusia yang mampu terbang setinggi burung, lari secepat macan dan berenang sedalam ikan, namun tak mampu berjalan sebagaimana manusia berjalan? Mengapa kerusakan alam sudah tidak terhitung kerugiannya? Mengapa masih banyak penyalahgunaan tehnologi untuk kejahatan? dan lain sebagainya. Mengapa? Mengapa? Dan mengapa? Apakah ini memang sudah seharusnya terjadi? Kemajuan tehnologi memperbesar resiko rapuhnya tatanan moral? Ataukah hal itu terjadi dikarenakan tingkat digital baru melanda pada peralatan yang manusia pakai, belum pencapai mental dan jiwa manusia itu sendiri, dalam artian bilangan Biner belum membentuk manusia digital, yaitu manusia berperadaban tinggi?. Manusia digital adalah manusia yang hanya mengenal angka nol dan satu pada prinsip hidupnya.

Angka nol adalah cermin dari kebersihan jiwa dan pikiran, sedangkan angka satu adalah lambang keEsaan Tuhan, dengan kata lain berprinsip hanya untuk Allah yang tiada sekutu bagiNya, laa ilaaha(0) illallah(1). Inilah yang harus tertancap kokoh dan mengakar kuat dalam hati sanubari manusia, hingga apa yang dia lakukan, apa yang dia katakana merupakan cermin dari keikhlasan dan ketulusan, berprinsip hanya kepada Allah. Terciptalah manusia digital mewujudkan tuntutan dari kalimat laa ilaaha illallah disegenap hidupnya. Dia akan senantiasa sejalan dengan rambu-rambu menjalani hidup yang telah Allah berikan.

Manusia Digital melewati ‘zero mind proses’ dalam diri untuk menjadikan god spord (suara hati) sebagai kopas hidup, bisikan jiwa yang senantiasa mengajak untuk meniru Sang Pemiliknya… Allah tuhan alam semesta. Dengan demikian akan menghasilkan daya out put yang tak terhingga, sebagai mana sejalan dengan teori matematik bahwa selamanya hasil dari pembagian satu per nol adalah tak terhingga. Demikian yang dikatakan mas Ari Ginanjar dalam bukunya ESQ Power.

Dunia mendambakan datangnya sosok pribadi tertanam akidah yang benar, mampu menerapkan syari’at Allah dan berakhlak karimah dalam bersikap, hingga bukan lagi sebagai objek tehnologi atau matrialisme, bukan merupakan objek hedonisme atau keduniawian, bukan manusia analog yang kehilangan jati diri, menjadi korban kemilaunya dunia selaku hamba dari tehnologi digital.

Kemampuan manusia dalam mensinergikan potensi madiyah dan ruhiyah dan atau emosional, spiritual serta intelegensi merupakan modal besar yang akan mampu menjalankan misi hidup di Dunia. Kesemuanya itu dikelola untuk mencapai tujuan hidup tertinggi :

1.  beribadah kepada hanya kepada Allah.

2.  sebagai kholifah di muka bumi memakmurkan dengan manhaj Rabbani.

Maka terciptalah lingkungan kearah peradaban yang sesuai dengan hati nurani terdalam, penuh cahaya ilahi berupa sinar keadilan, kebersamaan, kedamaian dan kasihsayang yang didambakan oleh seluruh insan manusia di belahan bumi manapun ia berada. Disinilah puncak peradaban yang kelak akan terhampar di muka bumi. Iptek berbasis digital didukung Imtak digital, yaitu lahirnya manusia berprinsip nol dan satu, bahwa tiada Tuhan selain Allah.

Namun pertanyaan selanjutnya mengapa kaum muslimin mengalami kemunduran, tersisihkan dan tergilas dari peradaban? Bukankah seharusnya lebih maju dari pada orang kafir yang paling maju? Paling kreatif dari pada orang sekuler yang paling kreatif? Sangat disiplin waktu dari pada orang ateis yang paling disiplin sekalipun? Lebih lebih and lebih…namun realita kita..? akankah muslimin kembali jaya? Kembali ditampil terdepan disegenap peradaban? Akan kah? Siapa lagi kalau bukan kita ?

Kawanku…Allah tidak menciptakan kita menjadi orang yang kalah . Jangan kecewakan Dunia yang sangat menanti kehadiran Manusia yang menatap satu tujuan, Allah. Allahu a’lam.

Read Full Post »

Dia Adalah Jantung Kita

Jadilah sepertinya, senantiasa bergerak positif sejuta arti.

Jadilah sepertinya, penuh makna memberi tanpa mengharap kembali.

Jadilah sepertinya, tokoh utama tanpa harap ucapan terima kasi.

Jadilah sepertinya, kehadirannya merupakan harapan dan danbaan berarti.

Jadilah sepertinya, menyadari kerja sama tim penuh nilai tinggi.

Jadilah sepertinya, titik finis dari peselesaian hidup ini.

Jadilah sepertinya… sebagaimana dia juga ingin menjadi seperti anda.

 

Jika ada lima panca indra kita yang terkenal, maka dialah yang ke enam walau tanpa dikenal.

Jika organ-organ tubuh kita yang aktviv bergerak, maka dia lah bagian dari tokoh aktivis penggerak.

Jika ada sepuluh organ tubuh kita yang aktiv bergerak, maka dialah satu dari sepuluh tersebut.

Jika ada tiga organ tubuh kita yang aktiv bergerak, maka dialah satu dari tiga tersebut.

Jika hanya ada satu organ tubuh kita yang aktiv bergerak, maka tiada lain adalah dia.

Dia yang saya maksud adalah jantung kita, yang senantiasa bergerak positif memberi tanpa kenal capek dan tidak kenal kata lelah, malas dalam kamus denyut hidupnya.

Penuh makna memberi tanpa mengharap kembali, menyalurkan darah untuk semua anggota badan kita, dengannya semua badan mendapatkan apa yang mereka butuhkan, energi. Dia juga termasuk pejuang sejati, sangat amat disiplin akan jadwal dimana dan kapan dia harus berhenti. Ketika organ yang lain berhenti bertugas, dia masih tetap lembur melaksanakan apa yang seharusnya dia lakukan, terus berdenyut, karena berhentinya dari job diskriptionnya, merupakan akhir dari segalanya, akhir dari mata yang menyaksikan indahnya panorama dunia, akhir dari telinga yang mendengar merdunya suara, akhir dari nikmatnya lidah merasakan cita rasa, dan bahkan merupakan akhir dari semua yang ada dalam kerangka jasad kita, ia merupakan titik finis dari selesainya hidup dunia ini. Bisa dikatakan actor hebat dalam komponen jasad, sayangnya ia tidak pernah kita sanjung, namun dengan kehebatannya ia tidak pernah menggerutu dan protes minta sanjungan atau ucapan terima kasih, padahal perannya bergitu handal. Justru yang banyak porsi kita sanjung adalah asesoris luar, wajah, rambut dan lain.

Jantung tersembunyi di dalam tanpa pamer akan jasa yang telah diberikan, ada hikmah besar posisi letak dia di dalam, menjaga urgensi dia untuk tetap eksis, karena itu sesungguhnya keberadaan dan kehadirannya merupakan harapan dan danbaan berarti. Dari semua itu dia pun sadar bahwa dirinya juga punya keterbatasan mendalam, oleh karena itu dia juga butuh organ yang lain untuk menjalankan tubuh kita secara utuh, dia menyadari akan kerjasama tim penuh nilai tinggi, organ satu dengan yang lain merupakan kombinasi sistematis, kordinasi kuat satu sama lain, hingga ada yang menyatakan anatomi manusia dengan system tata surya, badan kita merupakan mikro kosmos yang rumit.

Jadilah sepertinya, untuk senantiasa mampu memberikan sumbangsih posif, bukan hanya pada diri anda sendiri, namun untuk orang lain dan bahkan alam semesta, karena anda merupakan rahmatan lil ‘alamin, kholifah fil ardh.

Jadilah sepertinya untuk menyadari akan pentingnya amal jama’i (kerjasama tim) dan ampikasikan kesholehkan anda dalam bentuk social serta jadilah pelita sebagai solusi dari semua problem yang ada, tapi ingat jangan pernah mengharap sanjungan tepuk tangan manusia dari apa yang telah kita berikan.

Jadilah seperti dia yang merupakan akhir harapan sangat menentukan akan penyelesaian yang menabur senyuman.

Dan masih banyak yang kita bisa ambil ibroh dari jantung kita, yang merupakan anugrah indah dari Allah, Penyebab segala sebab.

Selama ini mungkin kita semua menyadari keberadaan akan organ yang satu ini, dia senantiasa berdenyut, penyalur darah untuk semua organ tubuh kita, pun kita tahu fungsi-fungsi lain tentangnya, folume, bahkan sampai unsur komponen yang membentuknya. Namun (maaf) apakah cuma itu pengetahuan kita tentang jantung, hanya pengetahuan materi belaka? Pernahkah kita berfikir mentadabburi jauh dari itu, menembus dunia materi? Menjadikan jantung dan alam sebagai guru yang memberikan pembelajaran tentang falsafah hidup? Sebagaimana Al Quran berkata pada kita begitu banyak akan hal itu semua. Sesungguhnya alam juga merupakan âyatullah kauniyah disamping juga ada âyatullah maqrû‘ah. Wallahu ‘alam.

(Senja di Nashr City Cairo, 07 Oktober 2007)

Read Full Post »

Ada serita usang yang mungkin sering kita dengar tentang seorang kakek yang memancing di tepi sungai, setelah beberapa waktu kemudian datang seorang pemuda duduk disampingnya dan berkata, “Kakek, apa yang paling kakek sesalkan selama hidup kakek?” Seketika itu kakek meneteskan air mata dan berkata, “Aku menyesal ketika masa anak-anak aku sering berkata ‘Seandainya nanti saat aku remaja aku akan melakuan ini dan itu’.

Begitu aku remaja, aku juga berkata ‘Seandainya nanti saat aku dewasa aku akan melakuan ini dan itu’. Begitu aku dewasa aku pun berkata ‘Seandainya nanti aku tua aku akan melakuan ini dan itu’. Begitu aku tua tiada satupun dalam hidup yang bisa ku lakukkan dengan jasat rentaku ini, Seandainya aku kembali muda aku akan melakukan ini dan itu, tapi sekarang aku sadar bahwa hidupku hanya sekedar berandai-andai ini dan itu, ya… sekedar ini dan itu”.

Si pemuda tadi terhentak sadar dam memeluk kakek, seraya berterima kasih. Cerita yang sangat simple, tapi di balik bongkahan cerita ini ada mata air yang bisa menyejukkan kita, silahkan cari apa yang bisa anda ambil dari serita ini.

(Selasa pagi 27 Juli 2007, di masjid al Azhar, Cairo)

Read Full Post »

50 Tahun Salah Paham

“Bila perbedaan tetap disimpan sebagai ganjalan di hati, tidak pernah dibicarakan secara tulus dan terbuka, semakin menumpuk dan tidak tertahankan lagi, akhirnya akan meledak dan menimbulkan luka yang lebih menyakitkan”. 

Dikisahkan, disebuah gedung pertemuan yang amat megah seorang pengamat senior istana sedang menyelenggarakan pesta ulan tahun perkawinannya yang ke-50. Peringatan perkawinan emas itu ramai didatangi oleh tamu-tamu penting seperti bangsawan, pejabat istana, pedagang besar serta seniman-seniman terpandang di seluruh pelosok negeri. Bahkan kerabat serta kolega dari kerajaan-kerajaan tetangga juga hadir. Pesta ulang tahun perkawinan pun berlangsung megah dan sangat meriah.

Setelah bebagai macam hiburan ditampilkan, maka sampailah pada puncak acara, yaitu jamuan makan malam yang sangat mewah. Sebelum menikmati jamuan tersebut, seluruh hadirin mengikuti posesi penyerahan hidangan istimewa dari sang pejabat istana kepada istri tercinta. Hidangan itu tak lain adalah sepotong ikan emas yang yang diletakan di sebuah piring besar yang mahal. Ikan emas itu dimasak langsung oleh kerajaan yang sangat terkenal.

“Hadirin sekalian, ikan emas ini bukanlah ikan yang mahal, tetapi ikan ini adalah ikan kegemaran kami berdua, sejak kami menikah dan masih belum punya apa-apa, sampai kemudian di usia perkawinan kami yang ke-50 serta segala keberhasilan ini. Ikan emas ini masih tetap menjadi symbol kedekatan, kemesraan, kehangatan, dan cinta kasih yang abadi,” kata sang pejabat senior dalam pidato singkatnya.

Lalu, tibalah detik-detik yang istimewa yang mana seluruh para hadirin khidmat menyimak prosesi tersebut. Pejabat senior istana mengambil piring lalu memotong bagian kepala dan ekor ikan emas tersebut. Dengan tersenyum mesra dan penuh kelembutan, ia memberikan piring berisi ikan emas tadi kepada sang istrinya. Ketika tangan sang istri menerima piring itu, serentak para hadirin bertepuk tangan dengan meriah sekali. Untuk beberapa saat, mereka tampak ikut terbawa oleh suasana romantis, penuh kebahagiaan dan mengharukan tersebut.

Namun suasana tiba-tiba jadi hening dan senyap. Samara-samar terdengar isak tangis si istri pejabat senior. Kemudian isak tangis si istri itu meledak dan memecahkan kesunyian gedung pesta. Para tamu yang semula ikut tertawa bahagia mendadak menjadi diam menunggu apa gerangan yang bakal terjadi. Sang pejabat sangat kikuk dan kebingungan. Lalu ia mendekat pada istrinya dan bertanya, “mengapa engkau menangis istriku?”

Setelah tangisan reda, sang istri menjelaskan, ”suamiku……..sudah 50 tahun usia pernikahan kita. Selama itu pula aku dengan setia melayanimu dalam suka dan duka tanpa pernah mengeluh. Demi kasihku padamu, aku telah rela selalu makan lepala dan ekor ikan emas selam 50 tahun ini. Tapi sungguh tidak ku sangka, di hari istimewa ini masih saja memberiku bagian sama. Ketahuilah suamiku, bagian itu yang paling tidak ku sukai”, tutur sang istri.

Pejabat senior terdiam dan terpana sesaat. Lalu dengan mata berkaca-kaca pula ia berkata pada istrinya, “istriku tercinta….50 tahun yang lalu aku masih miskin, kau bersedia menjadi istriku. Aku sungguh bahagia dan sangat mencintaimu. Sejak itu aku bersumpah pada diriku sendiri bahwa seumur hidup aku akan bekerja keras, membahagiakanmu, dan membalas cinta kasih dan pengorbananmu”. Sambil mengusapkan air matanya pejabat senior itu melanjutkan,” Demi Tuhan, setiap kali makan ikan emas, bagian yang ku sukai adalah kepala dan ekor. Tapi sejak kita menikah, aku rela menyantap bagian tubuh ikan emas itu. Semua kulakukan demi sumpahku untuk memberikan yang terbaik dan paling berharga untukmu.”

Sang pejabat terdiam sejenak lalu ia melanjutkan lagi, “walaupun telah hidup bersama selama 50 tahun dan selalu saling mencintai,. Ternyata kita tidak cukup saling memahami. Maafkan aku, hingga detik ini belum tahu bagaimana cara membuatmu bahagia.” Akhirnya sang pejabat senior istana pun memeluk istrinya dengan erat. Tamu-tamu terhormat pun tersentuh hatinya meluhat keharuan tadi dan mereka kemudian bersulang untuk memghormati kedua pasangan itu.

Read Full Post »